Usman Cut Raja |
Adat bak Po Teumeuruehom, Hukom bak Syiah Kuala, Kanun bak Putro Phang dan Reusam bak Laksamana merupakan karya monumental yang luar biasa yang dihasilkan oleh para founding fathers negeri Aceh yang tidak lain adalah para pemuda pada saat itu. Karya karya endatu orang Aceh terdahulu bukan dihasilkan melalui warisan para penjajah.
Namun dihasilkan melalui ceceran keringat dan darah, semangat juang dan aktivitas, retorika dan diplomasi yang sangat cemerlang yang diakui dunia internasional. Karena peran pemuda dalam sejarah Aceh terutama ketika Sultan Iskandar Muda memimpin Aceh yang kemudian diikuti oleh pejuang pejuang lainnya, seperti Teuku Umar Djohan Panglawan, Teungku Chik Ditiro, Tjut Nyak Dhien, Tjut Meutia dan banyak lagi. Mareka semua berjuang tanpa pamrih demi Aceh. Melalui semangat juang yang tidak mengenal menyerah, mareka telah menggelorakan semangat agar Aceh menjadi bangsa yang tidak terpecah belah, terserak serak dalam arti wilayah, suku, ras bahkan agama.
Dan pemuda merupakan generasi penerus sebuah bangsa, kader bangsa, kader daerah, kader masyarakat dan kader keluarga. Pemuda selalu diidentikan dengan perubahan menuju kebaikan betapa tidak, peran pemuda dalam membangun bangsa ini, peran pemuda dalam menegakkan keadilan, peran pemuda yang menolak kekuasaan yang tidak peduli kepada rakyat.
Memaknai peristiwa sejarah sebagai sumber experience is the best teacher atau edukasi dan inspirasi, menjadikan terminologi “belajar dari sejarah” bukahlah hal yang sepele, justru sebaliknya lewat sejarah itulah identitas seorang warga negara suku bangsa diperkokoh. Mengambil makna edukasi dan inspirasi dari peristiwa-peristiwa sejarah besar (great historical events) di atas tidak sebatas mengenang jasa para pemuda Aceh sebelumnya.
Lebih jauh para pemuda atau generasi muda saat ini haruslah mengambil makna mendalam dan menemukan inspirasi dan edukasi atas peristiwa bersejarah itu. Sejarah akan terus berulang untuk masa dan pelaku sejarah yang berbeda. Pemuda atau generasi muda saat ini mempunyai potensi besar mengulang sejarah yang lebih besar dan monumental. Perjuanganmenjadikan Aceh tidak dijajah oleh Belanda tempo doeloe bukanlah sekedar ikrar, tetapi harus jauh merayapi setiap nurani generasi muda di Aceh saat ini untuk kemudian melahirkan gerakan yang nyata bagi perwujudan untuk mencapai tujuan Aceh makmur, sejahtera dan bermertabat.
Masa konflik Aceh yang begitu panjang, berakhir dengan tsunami yang disusul dengan damai telah melahirkan banyak dampak. Namun tampaknya hingga kini belum mampu untuk mewujudkan Aceh Baru yang
diharapkan. Masa-masa awal Damai Aceh dengan situasi yang penuh dengan
ketidakpastian, tidak dihormatinya hukum dan keadilan. Harapan dan tuntutan masyarakat terutama kalangan pemuda dan mahasiswa dengan agenda menuju Aceh Baru hingga saat ini belum berjalan.
Perubahan yang tampak dirasakan hanya pada bidang demokrasi, yang dalam prakteknya malah cenderung kepada demokrasi keterlaluan dan berlebihan (too much democracy). Pada level keamanan dan ketentraman, malah cenderung tidak aman. Penyakit masyarakat akibat ketidakpastian
hukum terus meningkat seperti kriminalitas dan narkoba, kemudian harga diri orang Aceh dimata dunia semakin terpuruk dan kehilangan marwah serta identitas (jatidiri) sebagai ureueng Aceh (red: orang Aceh).
Kondisi yang terlihat di Aceh saat ini saling menyalahkan dan membuka aib sendiri. Kemudian kemiskinan dan pengangguran terus meningkat, investasi dan pertumbuhan ekonomi kian terpuruk. Tidak nyaman
dan kesemrawutan diberbagai kota, berbagai bencana melanda lalu lakon elit politik di Aceh yang masih jauh dari harapan rakyat.
Permasalahan-permasalahan daerah yang semakin rumit dan semakin tidak beradab menjadi pemandangan yang mencengangkan. Berbagai konflik kepentingan antar sesama ikut meramaikan dengan berbagai masalah dan yang lebih menyedihkan lagi ancaman akan kehilangan generasi (lost generation) akibat penyalahgunaan narkoba. Seharusnya disaat kita sedang memulai pembangunan Aceh Baru yang ditandai dengan perubahan-perubahan yang drastis, cepat dan menjalin kebersamaan dan persaudaraan sesama orang Aceh, maka dimanakah para generasi muda mengambil peran dalam situasi ini.
Sejarah telah mencatat kiprah pemuda-pemuda yang tak kenal waktu yang selalu berjuang dengan penuh semangat biarpun jiwa raga menjadi taruhannya.
Kini pemuda pemudi di Aceh lebih suka berperan di dunia maya ketimbang dunia nyata. Pemuda harusnya duduk bersama mufakat untuk kemajuan daerah, kecamatan atau gampong (desa). Sebagai pemuda seharusnya kita dituntut aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, sosialisasi dengan warga sekitar.
Hal itu kehadiran pemuda sangat dinantikan untuk menyokong perubahan dan pembaharuan bagi masyarakat gampong yang masih sangat tertinggal dalam banyak hal. Aksi reformasi disemua bidang adalah agenda pemuda kearah masyarakat yang Islami. Jangan harap reformasi akan dilakukan oleh orang tua.
Gerakan pemuda atau mahasiswa sebagai gerakan civil society, dapat terus menempatkan pemuda pada posisi pelatuk sekaligus pengawal perubahan. Semangat inilah semestinya harus terus terjaga dalam setiap gerakan kepemudaan. Indefendensi sebagai pilihan semangat gerakan pemuda dan kemandirian sebagai jiwanya, tidak boleh luntur dalam diri setiap gerakan pemuda.
Jika pemuda didefinisikan sebagai masyarakat (social human) yang memiliki kesadaran organik dan senantiasa bergerak dalam kerangka kelembagaan, pada era desentralisasi ini, semestinya pemuda dapat menginternalisasi kembali efektifitas gerakannya. Sebagai jawaban atas peran apa yang semestinya diambil oleh pemuda dalam mengisi pembangunan daerah.
Sejalan dengan semangat desentralisasi, dengan pelimpahan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada pemerintah daerah, membuka kesempatan bagi setiap masyarakat mengisi pembangunan daerah. Pemuda sebagai elemen penting masyarakat dalam pembangunan daerah, sudah sepatutnya memaknai dan mewarnai setiap kebijakan pembangunan daerah.
Disinilah pentingnya pemuda memposisikan diri dan mengambil peran-peran strategis dalam pembangunan daerah saat ini. Dalam jejak rekamnya, pemuda acapkali dalam posisi sebagai pelopor pembaharuan, pelatuk perubahan sekaligus pengawal perubahan. Semangat perubahan yang menjiwai semangat desentralisasi mestinya menemukan titik yang sama dengan peran yang telah melekat dalam diri pemuda.
Dalam hal ini, sudah sepatutnya pemuda Aceh tidak lagi hanya dalam posisi berpangku tangan atau menunggu inisiasi dari pemerintah daerah bagaimana untuk bersama-sama berperan mengisi pembangunan daerah.
Menginisiasi dan mendorong konsep pembangunan daerah dalam era desentralisasi ini, sangat terbuka bagi pemuda. Pemuda yang mampu membaca tanda-tanda zamannya, seyogyanya telah berada pada pilihan penguatan kelembagaan lokal, guna mendorong kesadaran semua elemen masyarakat untuk terlibat aktif mendorong percepatan pembangunan di Aceh.
Generasi muda memiliki posisi yang penting dan strategis karena menjadi poros bagi punah atau maju dan mundurnya sebuah daerah. Selain itu masalah penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan generasi muda di Aceh dewasa ini yang kian meningkat. Maraknya penyimpangan perilaku generasi muda tersebut dapat membahayakan keberlangsungan hidup suku bangsa Aceh dikemudian hari.
Karena pemuda sebagai generasi yang diharapkan menjadi penerus bangsa, semakin hari semakin rapuh digerogoti zat-zat adiktif penghancur syaraf. Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT,
seraya terus berusaha dan berdoa, kita coba saling mengingatkan kepada semua elemen dalam masyarakat Aceh untuk mencari solusi apa yang bisa dilakukan terhadap pencegahan penyebaran narkoba di kalangan pemuda dan pelajar, karena masalah ini menjadi tanggung jawab kita bersama.
Dalam hal ini pula semua pihak dalam masyarakat harus turut berperan aktif dalam mewaspadai ancaman narkoba terhadap anak-anak di Aceh. Miris, prihatin dan sangat menyedihkan, ketika dibanyak ruangan sel penjara di seluruh Aceh sekarang lebih banyak dihuni kalangan remaja. Apa akan terus kita membiarkan generasi muda Aceh, yang akan memimpin Aceh kelak harus masuk penjara dulu dalam kasus narkoba sebagai modal membangun Aceh dimasa depan. Tanpa upaya kalangan pemimpin, tokoh masyarakat dan ulama di Aceh bahkan seperti diam seribu bahasa saat melihat generasi penerus meringkuk dalam sel penjara.
Sepertinya kita semua akan ikut berdosa ketika Aceh yang akan kita wariskan kepada anak cucu nanti dalam kondisi mabuk. Bagaimana Aceh nantinya bila yang memimpin dalam kondisi hoyong, mabuk dan setengah gila?. Sepertinya apapun yang hendak kita katakan, tidak akan berguna lalau generasi sekarang lagi sibuk dalam urusan masing masing. “Ada urusan apa dengan generasi muda, apa yang mareka tanam sekarang tentu itu yang mareka petik nantinya”. Kalau hanya sebatas itu yang terpikirkan, maka mala petaka apa lagi yang akan menerpa Aceh nantinya.
Soalnya Pemerintah Aceh termasuk Wakil Rakyat di DPRA dan DPRK hingga saat ini belum terdengar akan merumuskan sebuah qanun yang dianggap ampuh bagi mencegah generasi muda dari ancaman narkoba. Belum ada misalnya upaya-upaya yang lebih kongkret, menjalin kerja sama dengan pakar dan pihak yang berwenang lainnya untuk melakukan suatu penyuluhan tentang bahaya narkoba, atau dalam bentuk lain.
Bila ada keinginan yang serius banyak jalan dan cara untuk dilakukan, tanpa harus diselesaikan melalui hukum. Barangkali orang tua sipemuda atau siswa itu sendiri dengan memberikan perhatian dan kasih sayang. Kemudian pihak sekolah harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap gerak-gerik anak didiknya, karena biasanya penyebaran (transaksi) narkoba sering terjadi di sekitar lingkungan sekolah.
Kemudian yang tak kalah penting adalah, pendidikan moral melalui ajaran agama harus lebih ditekankan kepada siswa. Karena salah satu penyebab terjerumusnya anak-anak ke dalam lingkaran setan ini adalah kurangnya pendidikan moral dan keagamaan yang mereka serap, sehingga perbuatan tercela seperti ini pun, akhirnya mereka jalani.
Oleh sebab itu, mulai saat ini, baik pemimpin, tokoh masyarakat, ulama, pendidik, pengajar, dan orang tua, harus sigap dan waspada,
akan bahaya narkoba yang sewaktu-waktu dapat menjerat anak-anak kita sendiri. Dengan berbagai upaya tersebut di atas, mari kita jaga dan awasi anak anak kita, dari bahaya narkoba tersebut, sehingga harapan kita untuk menelurkan generasi penerus yang cerdas dan tangguh di masa yang akan datang dapat terealisasikan dengan baik
Narkoba adalah barang yang sangat berbahaya dan bisa merusak susunan syaraf yang bisa merubah sebuah kepribadian seseorang menjadi semakin buruk. Narkoba adalah sumber dari tindakan kriminalitas yang bisa merusak norma dan ketentraman umum. Juga narkoba bisa menimbulkan dampak negative lainnya yang mempengaruhi pada tubuh baik secara fisik maupun psikologis.
Hal lain yang mungkin bisa mencegah anak anak muda tidak terlibat atau terpengaruh oleh narkoba atau budaya asing lainnya, pemerintah Aceh harus peka dalam melihat dan memperhatikan tingkah laku remaja
yang menjurus kepada perbuatan negative, Pemerintah Aceh harus segera menyediakan dan membangun lebih banyak fasilitas olah raga. Hidupkan kembali perlombaan dan permainan permainan tradisional diwilayah masing masing. Bila perlu dengan menyediakan hadiah.
Aduh, jangan bertambah lagi korban dan mati sia sia di jalan akibat ugal ugalan dan balapan liar yang belakangan ini marak dilakukan kalangan remaja. Atau pergaulan tanpa batas antara remaja putra dan putri yang sudah terang terangan dipertontonkan tanpa ada rasa malu lagi yang pada saatnya bisa melahirkan lebih banyak genarasi diluar nikah. Ayo, siapa peduli! (Penulis: Usman Cut Raja wartawan senior di Kabupaten Aceh Utara)
No comments:
Tulis comments