-->

Saturday, August 3, 2024

Pemidanaan atas Kebijakan yang Salah: Apakah Pejabat Publik Dilindungi Hukum?

 

 


Pontianak Kalba I Gebrak24 - Dalam beberapa tahun terakhir, penetapan tersangka hingga hukuman pidana terhadap sejumlah kepala dinas dan kepala bidang telah menimbulkan perdebatan di kalangan publik dan akademisi. Persoalan ini semakin rumit ketika kebijakan yang diambil oleh pejabat publik tersebut dipandang sebagai kesalahan dalam kebijakan, bukan tindakan koruptif yang memperkaya diri atau orang lain. Herman Hofi, seorang ahli hukum dengan spesialisasi pada hukum tata negara dan administrasi publik, memberikan pandangannya terkait permasalahan ini. Jumat 2 Agustus 2024


Kasus-kasus di mana kepala dinas atau pejabat publik lainnya dijadikan tersangka, bahkan ditahan, karena kebijakan yang dianggap keliru, menjadi fenomena yang memprihatinkan. Herman Hofi menyoroti bahwa dalam beberapa kasus, hakim telah memutus bahwa pejabat yang bersangkutan tidak terbukti memperkaya diri sendiri maupun orang lain. Namun, mereka tetap dinyatakan bersalah karena kebijakan yang diambil dianggap salah.


Herman Hofi Pengamat hukum, menekankan bahwa Pasal 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan jelas menyatakan bahwa "barangsiapa yang melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan perundang-undangan, tidak boleh dipidana." Ini berarti bahwa tindakan yang dilakukan oleh pejabat publik dalam rangka menjalankan undang-undang seharusnya tidak dipidanakan, selama tindakan tersebut berada dalam batas kewenangan yang diberikan dan tidak ada niat jahat (mens rea) untuk melakukan tindak pidana."Jelas Herman.


Herman Hofi, menjelaskan bahwa makna "menjalankan undang-undang" dalam konteks ini tidak hanya terbatas pada pelaksanaan perintah yang eksplisit dari undang-undang, tetapi juga mencakup kebijakan yang diambil berdasarkan wewenang yang diberikan oleh undang-undang. Oleh karena itu, selama kebijakan tersebut tidak melampaui kewenangan yang diberikan dan tidak ada indikasi untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, kebijakan tersebut tidak seharusnya dipidana.


Namun, Herman Hofi juga menegaskan, bahwa aparat penegak hukum (APH) harus teliti dalam memeriksa kebijakan yang diambil oleh pejabat publik. Mereka perlu menentukan apakah kebijakan tersebut benar-benar merupakan tindakan menjalankan peraturan perundang-undangan atau ada unsur niat jahat yang terlibat. Jika terdapat niat jahat dan kebijakan tersebut bukan untuk menjalankan undang-undang, maka kebijakan tersebut dapat dianggap salah dan dapat dikenakan pidana.


Herman Hofi, mengakui bahwa ada pengecualian di mana sebuah kebijakan dapat dipidana. Contohnya, dalam Pasal 165 Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), pejabat yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin dapat dipidana jika izin yang dikeluarkan bertentangan dengan undang-undang Minerba. Ini menunjukkan bahwa jika kebijakan yang diambil secara tegas diatur sebagai tindakan yang melanggar hukum, maka pejabat tersebut tidak dapat berlindung di balik wewenangnya."Terangnya.


Lebih jauh, Herman Hofi Munawar Pengamat hukum,menegaskan bahwa perilaku koruptif dalam pengambilan kebijakan tidak boleh diabaikan. Perilaku ini, yang mencakup tindakan untuk memberi keuntungan bagi diri sendiri, orang lain, atau korporasi dari kebijakan yang diambil, harus ditindak tegas. Dalam konteks ini, APH harus membuktikan adanya niat dan perbuatan jahat dari pejabat yang terlibat sebelum menetapkan hukuman pidana.


Herman Hofi menyimpulkan bahwa dalam penanganan kasus pidana terhadap pejabat publik yang terkait dengan kebijakan, penting bagi APH untuk membedakan antara kebijakan yang diambil dalam rangka menjalankan undang-undang dan kebijakan yang didasari oleh niat jahat. Jika kebijakan hanya dianggap

Sumber: Dr Herman Hofi Munawar Pakar Hukum

Show comments
Hide comments
No comments:
Tulis comments


 

Latest News

Back to Top