Catatan Usman Cut Raja
Aceh tidak lepas dari Sejarah dan kejayaan serta tragedi yang memilukan baik masa lalu, masa sekarang, dan mungkin juga pada masa yang akan datang. Sejarah Aceh memang pernah mencapai puncak kejayaannya. Sebaliknya, setelah zaman kejayaan itu, Aceh juga tergiring pada berbagai tragedi atau peristiwa, peperangan sampai pembantaian dan dari kecemasan serta ketakutan sampai pada pembodohan yang berkepanjangan.
Secara historis Aceh dan masyarakatnya mempunyai suatu keunikan tersendiri dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Selain alamnya yang indah dan kaya akan sumber daya, sekaligus masyarakatnya yang kosmopolitan yaitu etnik yang terdiri dari beragam nenek moyang sekaligus mempunyai tantangan hidup yang berat sehingga kehidupan masyarakat dan budayanya pun mempunyai tantangan dan mengalami konflik yang hampir setiap dasawarsa.
Sejak dulu Aceh dikenal kekayaan alamnya, sehingga Portugis dan Belanda mencoba menduduki daerah yang paling barat wilayah tanah air ini, akan tetapi mereka tidak sanggup menaklukkan Aceh. Secara geografis, Aceh terletak pada posisi yang sangat strategis, di jalur pelayaran internasional-dekat dengan Malaysia, Thailand, India, Timur Tengah dan negara-negara Eropa.
Pada tahun 1509 Armada Portugis yang dikepalai Admiral Die d' Lopez Sequeira menyerang Aceh, yang ada di Aceh Besar, Pidie maupun Pasai. Penyerangan Portugis dapat dikalahkan oleh pasukan Aceh, yang waktu itu dikomandoi oleh seorang wanita, yaitu Keumala Hayati. Pada saat melawan Portugis, ratusan ribu cendekiawan, ulama, remaja, penguasa, syahid/mati bertumpah darah. Kejadian tersebut menciptakan wilayah janda yang ditinggal suami karena syahid, sehingga banyak anak yatim.
Gejala itu mengakibatkan terjadinya perubahan sosial yang luar biasa. Artinya, dari kedamaian menjadi kekacauan, dari kesejahteraan menjadi sengsara, dari kecerahan menjadi kebodohan. Proses terjadinya peperangan, pembantaian dibarengi dengan motif ekonomi berikutnya perubahan dan penyiaran agama.
Setelah Portugis hengkang dari bumi Aceh, maka kondisi Aceh mulai normal kembali. Menurut para ahli sejarah, petinggi Aceh yang masih tersisa bersama masyarakat mulai menata kembali sistem pemerintahan, pendidikan, perekonomian, sosial budaya dan keagamaan. Dengan kata lain peradaban Aceh mulai bangkit sedikit demi sedikit mencari jati dirinya kembali.
Sebelum masuk ke Aceh Belanda sudah lebih dulu menduduki wilayah di Nusantara terutama Pulau Jawa. Dengan bermotifkan ekonomi, yang kemudian meluas sampai soal politik dan agama, Belanda mulai menduduki Aceh. Rakyat Aceh, tentu saja tidak menerima perlakuan itu. Maka Belanda mengambil inisiatif untuk menyerang Aceh tahap pertama pada tahun 1873.
Ekspansi Belanda terhadap Aceh menjadi perhatian dunia luar. Belanda merupakan negara yang paling lama bercokol di Indonesia dan mempengaruhi budaya masyarakat setempat. Akan tetapi kehadiran Belanda di Aceh tidak diharapkan oleh masyarakat Aceh. Oleh karena itu Aceh tidak menerima mereka dalam segala aspek baik, segi ekonomi, pendidikan maupun segi politik.
No comments:
Tulis comments