-->

Sunday, September 29, 2024

Sejarah Kejayaan Aceh Dan Tragedi

 




Catatan Usman Cut Raja

Aceh tidak lepas dari Sejarah dan kejayaan serta tragedi yang memilukan baik masa lalu, masa sekarang, dan mungkin juga pada masa yang akan datang. Sejarah Aceh memang pernah mencapai puncak kejayaannya. Sebaliknya, setelah zaman kejayaan itu, Aceh juga tergiring pada berbagai tragedi atau peristiwa, peperangan sampai pembantaian dan dari kecemasan serta ketakutan sampai pada pembodohan yang berkepanjangan.

Secara historis Aceh dan masyarakatnya mempunyai suatu keunikan tersendiri dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Selain alamnya yang indah dan kaya akan sumber daya, sekaligus masyarakatnya yang kosmopolitan yaitu etnik yang terdiri dari beragam nenek moyang sekaligus mempunyai tantangan hidup yang berat sehingga kehidupan masyarakat dan budayanya pun mempunyai tantangan dan mengalami konflik yang hampir setiap dasawarsa.

Sejak dulu Aceh dikenal kekayaan alamnya, sehingga Portugis dan Belanda mencoba menduduki daerah yang paling barat wilayah tanah air ini, akan tetapi mereka tidak sanggup menaklukkan Aceh. Secara geografis, Aceh terletak pada posisi yang sangat strategis, di jalur pelayaran internasional-dekat dengan Malaysia, Thailand, India, Timur Tengah dan negara-negara Eropa.


Karenanya, sejak dulu Aceh sudah terlibat dalam bisnis dan percaturan politik internasional. Ketertarikan terhadap Aceh sangat dipengaruhi oleh alamnya yang menyimpan berbagai sumber daya, baik di darat, laut, dan di pegunungan. Sumber daya alam merupakan dambaan semua bangsa Barat dan Eropa. Di balik itu semua untuk mempercepat tujuannya mendapatkan sumber daya alam tersebut, bangsa Eropa mengambil jalan pintas yaitu melalui militer dan penyerangan terhadap kedaulatan Aceh

Pada tahun 1509 Armada Portugis yang dikepalai Admiral Die d' Lopez Sequeira menyerang Aceh, yang ada di Aceh Besar, Pidie maupun Pasai. Penyerangan Portugis dapat dikalahkan oleh pasukan Aceh, yang waktu itu dikomandoi oleh seorang wanita, yaitu Keumala Hayati. Pada saat melawan Portugis, ratusan ribu cendekiawan, ulama, remaja, penguasa, syahid/mati bertumpah darah. Kejadian tersebut menciptakan wilayah janda yang ditinggal suami karena syahid, sehingga banyak anak yatim.

Terjadilah pembodohan dan penghancuran budaya etnik Aceh tahap pertama. Banyaknya janda, membuat mereka membentuk suatu laskar yang disebut dengan pasukan inong Balee (perempuan janda). Pada saat tentara Portugis menyerang, para penguasa dan cendekiawan, tidak terkecuali wanita, terkonsentrasi untuk mempertahankan kedaulatan Aceh dari penjajahan portugis.

Namun demikian yang terjadi adalah banyaknya korban dari kedua belah pihak yang sebelumnya tidak terbayangkan oleh semua pihak. Penyerangan terhadap Aceh oleh Portugis merupakan tahap yang sangat menyakitkan yang diperlihatkan oleh bangsa asing terhadap suatu negara Aceh yang berdaulat. Oleh karena itu masyarakat Aceh selain mempertahankan kedaulatan dan agama sekaligus menjaga agar peradaban tidak menjadi hancur.

Gejala itu mengakibatkan terjadinya perubahan sosial yang luar biasa. Artinya, dari kedamaian menjadi kekacauan, dari kesejahteraan menjadi sengsara, dari kecerahan menjadi kebodohan. Proses terjadinya peperangan, pembantaian dibarengi dengan motif ekonomi berikutnya perubahan dan penyiaran agama.

Meskipun kemudian Portugis menyerah kalah, namun peradaban sudah mulai porak- poranda. Kenyataan tersebut disebabkan banyaknya manusia meninggal banyak fasilitas gedung sekolah hangus dibakar, banyak khazanah yang musnah dan lenyap atau dibakar.

Malapetaka yang melanda masyarakat dan kebudayan Aceh menjadi perhatian para sejarawan internasional pada masa itu. Kemenangan di pihak Aceh tidak membuat masyarakat bangga. Di balik itu semua penghancuran budayalah yang menjadikan masyarakat Aceh bangkit kembali.

Setelah Portugis hengkang dari bumi Aceh, maka kondisi Aceh mulai normal kembali. Menurut para ahli sejarah, petinggi Aceh yang masih tersisa bersama masyarakat mulai menata kembali sistem pemerintahan, pendidikan, perekonomian, sosial budaya dan keagamaan. Dengan kata lain peradaban Aceh mulai bangkit sedikit demi sedikit mencari jati dirinya kembali.


Peradaban Aceh sudah mendapatkan jati dirinya dan mampu bersanding dengan peradaban dunia lainnya, sehingga masa kejayaan Kerajaan Aceh membuat kedudukannya sama dengan kerajaan besar dunia seperti, Kerajaan Inggris, kerajaan Belanda dan kerajaan Islam Turki.

Oleh karena itu masyarakat internasional, terutama bangsa Eropa, mulai melirik Aceh yang kaya akan khazanah dan peradaban serta sumber daya alam. Akan tetapi kejayaan tersebut hanya berlangsung sekitar 3 abad sehingga masyarakat Aceh menikmati peradaban baru yang dibangun oleh Sultan Aceh. Pada masa kejayaan kerajaan Aceh tersebut Belanda mulai mendarat di Aceh tahun 1873.

Sebelum masuk ke Aceh Belanda sudah lebih dulu menduduki wilayah di Nusantara terutama Pulau Jawa. Dengan bermotifkan ekonomi, yang kemudian meluas sampai soal politik dan agama, Belanda mulai menduduki Aceh. Rakyat Aceh, tentu saja tidak menerima perlakuan itu. Maka Belanda mengambil inisiatif untuk menyerang Aceh tahap pertama pada tahun 1873.

Setelah perlawanan yang dahsyat, maka orang Aceh mempersiapkan pasukan, baik wanita maupun pria, sehingga orang Aceh semuanya tidak mau tunduk kepada pemerintah Belanda baik dejure maupun defacto. Kejadian tersebut menjadi pembodohan dan penghancuran budaya masyarakat Aceh babak kedua.

Ekspansi Belanda terhadap Aceh menjadi perhatian dunia luar. Belanda merupakan negara yang paling lama bercokol di Indonesia dan mempengaruhi budaya masyarakat setempat. Akan tetapi kehadiran Belanda di Aceh tidak diharapkan oleh masyarakat Aceh. Oleh karena itu Aceh tidak menerima mereka dalam segala aspek baik, segi ekonomi, pendidikan maupun segi politik.


Hal ini terlihat dari hanya sedikit saja orang Aceh yang berpendidikan Belanda waktu itu. Demikian juga segi politik. Para petinggi Aceh tidak mau menyerahkan kedaulatan Aceh kepada pihak Belanda, masyarakat Aceh mempertahankan tanah airnya sampai titik darah terakhir. Karena Aceh dan peradabannya beserta kerajaannya bukan milik sultan, akan tetapi milik rakyat Aceh

Show comments
Hide comments
No comments:
Tulis comments


 

Latest News

Back to Top